Jumat, 22 Februari 2013

HADIST DHA’IF (LEMAH)



HADIST DHA’IF (LEMAH)
Hadist yang Da’if bukanlah Hadist yang maudhu’ (hadist yang di buat-buat) tetapi bukan hanya Hadist yang lemah sanadnya, dan bukan Hadist yang tidak benar, bukan Hadist bohong, karena asalnya dari Nabi juga.
Hadist yang dikatakan Da’if atau lemah ialah hadist yang derajadnya kurang sedikit dari hadist Shahih atau hadist Hasan. Hal ini dapat dicontohkan umpamanya kepada sebuah Hadist dari nabi kemudian turun kepada Mansur, Turun lagi kepada Zein Turun lagi kepada Khalid dan akhirnya turun lagi kepada Ibnu Majah atau Abu Daud.
Ibnu Majah atau Abu Daud membukkan hadist itu dalam kitabnya, kalau orang yang bertiga tersebut yaitu Mansur, Zein dan Khalid terdiri dari orang baik baik, dengan arti baik perangainya,Shaleh Orangnya,tidak pelupa hafalannya, maka hadistnya tersebut dinamakan Hadist Shahih.
Akan tetapi kalau ketiganya atau salah seorang di antara mereka , terkenal dengan akhlak yang kurang baik, misalnya pernah makan dijalanan, pernah kecing berdiri, pernah lupa akan hafalan..maka hadistnya di namaka Hadist Da’if (lemah)
Pada hakekatnya Hadist yang semacam ini adalah dari Nabi juga. Tetapi “Sanadnya” kurang baik, Bukan hadist yang kurang baik.
Adalagi yang menyebabkan Hadist itu Da’if. Adalah Hilag salah seorang dari pada rawinya. Umpamanya Seorang Tabi’in yang tidak berjumpa dengan Nabi mengatakan “Berkata Rasullullah….” Padahal dia tidak berjumpa dengan Nabi.
Hadist ini dinamakan Hadist Mursal  yaitu hadist yang di lompatkan ke atas tanpa melalui jalan yang wajar. Hadist ini adalah da’if juga.
Dan banyak lagi yang menyebabkan dan membikin sesuatu hadist menjadi da’if itu lemah
Tentang memakai Hadist Da’if untuk dijadikan Dalil, tempat perbedaan pendapat di antara Imam Imam Mujtahid yaitu :
Dalam Madzab Syafe’I Hadist da’if tidak di pakai untuk dalil bagi penegak hokum, tetapi dipakai untuk dalil bagi Fadhailul a’mal.
Fadhailul a’mal maksudnya ialah amal ibadah yang sunat sunat yang tidak bersangkut dengan orang lain, seperti zikir,doa, tasbih, wirid dan lain lain.
Hadist Mursal tidak dipakai bagi penegak hokum , dalam madzab  Syafe’i karena hadist mursal termasuk juga hadist da’if , tetapi di kecualikan mursalnya seorang Thabi’in bernama Said Ibnul Musayyab.
Dalam Madzab Hambali lebih longgar, hadist Da’if bukan saja di pakai dalam Fadhailul a’mal tetapi jga bagi penegak hokum dengan syarat Da’ifnya tidak keterlaluan.
Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad memakai Hadis yang Da’if karena Mursal, baik untuk Fadhailul a’mal maupun bagi penegak Hukum.
Nah disini Nampak bahwa Imam Imam yang Mujtahid memakai hadist hadist da’if itu untuk dalil karena hadist itu bukanlah hadist yang dibuat buat, akan tetapi lemah saja sifatnya.
Karena itu tidaklah tepat kalau amal amal ibadah yang berdasarkan karena hadist dha’if dikatakan Bid’ah .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar