Selasa, 23 April 2013

DOSA DOSA HATI



DOSA DOSA HATI
Dosa hati yaitu dosa Lathifah-rabaniyah-rohaniah, bukan hati dengan segumpal darah.
Dalam ajaran Tasawuf , Dosa hati itu erat sekali hubungannya dengan sifat sifat hati, yaitu :
1.       Sifat Rububiyah (ketuhanan)
2.       Sifat Syaitaniyah (Keiblisan)
3.       Sifat bahimiyah (Kehewanan)
4.       Sifat Subu’iyah (Kebuasan)
Sifat Rububiyah : Yaitu meniru niru sifat Jalal dari Tuhan, yaitu takabur,membanggakan diri, berkuasa muthalak, suka dipuji, suka di sanjung, suka dimuliakan, suka kekal hidup, dan suka di atas.
Ini adalah sifat sifat Jalal , sifat ini tidak boleh di tiru oleh manusia dan kalau di tiru maka menjadi dosa.
Seseorang yang menganut sifat sifat ini maka timbullah dari padanya cabang cabang dari bermacam macam dosa, sifat Tuhan yang boleh di tiru Cuma sifat Jamal bukan sifat Jalal.
Sifat Syaitaniah : yaitu sifat syaitan dan iblis yaitu dengki, banyak tipu daya, banyak helah, Munafik, pembawa orang kepada perbuatan mungkar dan kebinasaan, membawa orang ke pada bid’ah dan kesesatan.
Umpamanya orang yang menganut sifat ini maka dari padanya akan memancarlh berbagai bagai kejahatan.
Sifat Bahimiyah : yaitu sifat hewan umpamanya Rakus, loba dan lain sebagainya.
Seorang yang menganut sifat ini, maka dari padaya akan keluarlah berbagai perbuatan kejahatan, seperti pencurian, perzinaan dan sebagainya.
Sifar Subu’iyah : yaitu sifat buas binatang buas seperti Marah, dengki, memukul kiri dan kanan, mamaki kain kumara, menghamburkan harta dengan percuma dan lain sebagainya.
Kalau orang menganut sifat ini maka dari padanya akan timbullah keributan keributan, onar yang akan membawa kepada kekacauan dan kejahatan.
Kesemuanya ini adalah dosa hati yang wajib di mintakkan ampunan Allah kalau lah pernah kita lakukan.
ZUHUD
Salah satu dari ajaran Tasawuf adalah “ Zuhud ”, Zuhud adalah ajaran tasawuf, memalingkan muka dari keduniaan yang berlebih lebihan dan menghapus rasa cinta harta benda di dalam hati, yang tidak ada hubungannya dengan akhirat, umpamanya Makanan, pakaian, rumah, kesemuaya tidak perlu berlebih lebihan hanya cukup sekedar yang di butuhkan.
Baginya Mencintai Allah dan mencintai akhirat adalah di atas dari segala galanya.
Andai dia melihat orang berpakaian bagus bagus, berkendaraan mewah, berumah gedung besar, banyak uang, semuanya tidak menganggu hatinya, karena dia tahu akhirat dan pahala akhirat yang di janjikan Tuhan untuk orang shaleh, jauh melebihi nilai dan harganya dari yang ia lihat itu.
Imam Juneid berkata yang artinya :
ZUHUD Adalah menganggap remeh dan menghapus cinta keduniaan dari pada HATI (risalah qusyairiah halaman 56)
Imam Ahmad bin Hambal mengenai zuhud membagi tiga macam zuhud :
1.       Menjauhi harta Haram, inilah zuhud yang awam
2.       Memalingkan muka dari harta yang  halal yang berlebih dari kebutuhan, inilah zuhud orang Khawas.
3.       Meninggalkan sekalian harta benda dunia yang menganggu akhirat, inilah zuhud orang orang yang arif. (risalah Qusyairiyah halam 56)
Ado pulo nan mangatokan :
Arti Zuhud adolah : Orang2 yang zuhud tidak gembira kalau dunia ada padanya, dan tidak duka cita kalau dunia menjauh dari padanya. (risalah qusyairiyah halaman 56)
Dan seorang ahli sufi  berkata :
Yang artinya : Zuhud dalam harta yang haram wajib, dan zuhud dalam harta yang halal adalah sifat utama (risalah Qusyairiyah halaman 55)
Dan Imam Ghazali pun berkata :
Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang halal yang diingini nafsu. (Ihya IV Halaman 212)
Kelihatannya difinisi2 zuhud yang termasuk di atas yang banyak itu dapat disimpulkan dengan pendek, yaitu anti dengan dunia, yang tidak ada hubungannya dengan akhirat, dan ingin kampung akhirat yang kekal abadi. Didalam Al Qur’an banyak sekali ayat ayat yang artinya menganjurkan supaya sekalian orang Islam bersifat zuhud.
Diantara ayat2 itu adalah :
 
Artinya : katakanlah (hai Muhammad) Kesenangan Dunia itu sedikit (sebentar) dan kampung akhirat adalah yang lebih baik bagi orang orang yang taqwa (an Nisa’:77)
Maksudnya supaya orang mukmin janganlah terpaut hatinya pada keduniaan yang fana ini, karena dunia itu hanya sebentar. Tambatkanlah hati pada Akhirat, yaitu kampung yang kekal abadi, inilah sifat yang baik bagi orang mukmin yang bertaqwa.
Jadi kalau kita disuruh memilih satu diantara kesenangan dunia kesenangan akhirat, maka kita wajib memilih kesenangan akhirat, karena kesenangan akhirat lebih lama, lebih panjang dan bahkan kekal.
Tuhan berfirman :
 
Janganlah terpedaya oleh kehidupan Duniawi dan janganlah kamu dapat diperdayakan terhadap Allah
 oleh yang memperdayakan. (QS lukman 31:33)
maksud ayat ini supaya orang Islam jangan terperosok kedalam kehidupan duniawi dan jangan tertipu
oleh kegemerlapan Dunia sehingga kita melupakan Tuhan.
Dalam AlQur’an ada hikayat Qarun.
Qarun mulanya termasuk  golongan orang orang yang berdekatan dengan nabi Musa as bahkan ada
Yang mengatakan bahwa ia ada hubungan family dengan beliau
Ia rajin berdagang tetapi caranya berdagang itu tidak jujur, kemudian terbuka baginya dunia sehingga ia
Menjadi kaya raya, sehingga anak kunci peti besinya saja tidak terpikul oleh sekumpulan orang orang
Kuat ..
 

Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul
 oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu
terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan
diri". (QS Al-Qasas 28:76)
Dan apa bila diminta kepadanya supaya diamengeluarkan zakat dan memberikan sebahagian hartanya
Untuk fakirmiskin ia menjawab : Bahwa harta itu di dapatnya dari usahanya dan jerih payahnya Bukan
Pemberian Tuhan  sebagai mana yang terdapat dalam AlQur’an Surat Al-Qasas 78
 


Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia
tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih
kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada
orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS Al Qasas 28:78)
Ia menjadi sombong dan takabur sehingga hidupnya sangat bermewah mewah.
Pada suatu hari dia keluar bersama pegawai pegawainya pembantu pembantunya dan budak budaknya
Dalam rangka demontrasi hartanya.
Pelana Kudanya terbuat dari emas yag bertahta permata Intan berlian dan zambrut, ia berpakaian sutra
Dan bahkan kudanya dan keledai semua diberikan pakaian sutera yang mengkilap dan menyolok.
Orang2 dari kaum Musa waktu itu menjadi terbagi dua, sebahagian terperdaya dan bersukacita supaya
Dia mempunyai harta sebanyak harta qarun itu, dan sebahagian lagi tidak terpengaruh oleh kemewahan
Qarun, karena mereka yakin bahwa pahala yang disediakan Tuhan untuk orang orang yang menjauhi
Dunia lebih tinggi dari harta Qarun itu.
Inilah yang diceritakan Tuhan dalam Firmannya :
 


Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
 menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan
 kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". QS al qasas 79
Dan seterusnya :
 


Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah
lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh
orang-orang yang sabar". QS Al Qasas 80
akhirnya Qarun dan harta bendanya yang banyak di telan bumi setiap saat bergerak, makin lama makin
dalam ini dikatakan Tuhan dalam firmannya :
 

Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu
golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya). Al qasas 81
kemudian Tuha menutup cerita karun ini dengan firmannya :
 

Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
 kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
(al qasas 83)
Dari cerita karun ini dapat di ambil kesimpulan, bahwa kaya raya, banyak harta dan bermewah mewahan adalah suatu sifat yang tercela oleh Tuhan, dan Zuhud yaitu memalingkan muka dari pangilan duniawi guna mengikuti pangilan akhirat adalah sifat yag terpuji.
Firman Tuhan dalam Al qur’an :
 

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, QS AL Hadid 23
Jadi bagi orang sufiah harta benda yang lepas dari tangannya tidak membikin ia sakit dan pusing pusing karena sebaliknya kalau harta tersebut dating dan diberi tuhan nikmatnya tidaklah dia terlalu gembira da menjadi sombong, tetapi diterimanya dengan syukur dan tenang hati karena Allah tidak mengasih orang yang menyombongkan diri dan bermegah megah dalam harta benda.
Inilah dalilnya Pengajia tasawuf, bahwa yang dikatakan orang zuhud tsb ialah orang yang tidak begitu gembira dengan harta yang ada padanya dan tidak murung disebabkan harta harta yag lepas dari tangannya, bagi dia dunia ko data sajo itu yang di namakan orang ZUHUD
Nabipun berkata :
Yang artinya : Demi Allah Miskin tidak menakutkan saya atasmu, tetapi paling saya takuti kalau kepadamu di hamparkan dunia seluas luasnya seperti yang telah di berikan kepada umat umat terdahulu dan setelah itu kamu berebut rebut pula mengejar dunia itu, seperti orang orang dahulu .
Maka ketika itu binasalah kamu sebagai mana orang orang dahulu binasa pula. (H.R Imam Bukhari-Muslim) (syarah Muslim 18 hal 95 jawahir al Bukhari hal 333)
Maka berebut rebut mengejar dunia sangat di takuti Nabi, yang disuruh beliau adalah zuhud kepada dunia .
Perkataan nabi lagi :
Yang artinya Dari Abi Sa’ad al Khudri r.a beliau berkata : Telah duduk rasulullah di atas mimbar dan duduk kami (sahabat sahabat nabi) sekeliling beliau, maka beliau berkata : Sesuatu yang takuti atasmu sesudah saya wafat , ialah kalau di hamparkan kepadamu harta harta dan perhiasan perhiasan dunia (H.R Bukhari – syarah Muslim 7 hal 143)