Senin, 22 April 2013

BERHATI HATILAH BERDEBAT TENTANG AGAMA

Setiap
orang yang terjun ke dalam perdebatan yang tidak berguna pasti akan berakhir pada kesesatan, kecuali mereka yang masih dirahmati oleh Allah, dan sangat sedikit sekali jumlah mereka ini.
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah berlalu sebelum kita, yang mereka ini lebih berilmu dibandingkan kita, bagaimana akhirnya mereka terjerumus ke dalam kesesatan akibat mereka berdebat dalam masalah agama, walaupun ada segelintir di antara mereka yang masih bisa kembali kepada kebenaran. Sebut saja di antaranya: Jahm bin Shafwan penyebar mazhab Jahmiah, Washil bin Atha’ pencetus mazhab Mu’tazilah, Imam Al- Ghazali, Fakhrur Razi, Asy- Syahrastani, dan selainnya.
Karenanya para ulama di setiap zaman menegaskan dalam kitab-kitab akidah mereka, bahwa di antara ciri khas Ahlussunnah adalah menjauhi semua bentuk perdebatan. Karenanya siapa saja yang terjun dalam perdebatan dalam agama maka dia telah bermain-main di daerah terlarang, yang bisa mengeluarkan dia dari Ahlussunnah. Hanya saja walaupun demikian, para ulama tetap memberikan persyaratan yang sangat ketat mengenai kapan perdebatan dibolehkan. Hal itu karena ada segelintir ulama (tidak banyak) yang diketahui mengadakan perdebatan dengan pengikut hawa nafsu (seperti Imam Ahmad, Utsman bin Said Ad-Darimi, dan Ibnu Taimiah), bahkan para Nabi pun berdebat dengan kaumnya. Maka ini menunjukkan bahwa hukum asal perdebatan dalam agama adalah haram, kecuali jika terpenuhi syarat- syaratnya, yaitu:
1. Ikhlas guna meninggikan kalimat Allah, bukan dengan niat untuk menjadi tenar.
2. Orang yang berdebat harus mapan keilmuannya dalam masalah yang dia perdebatkan. Jika dia orang yang jahil atau ilmunya masih setengah- setengah maka diharamkan atasnya
3. Dia yakin -atau dugaan besar- dia bisa menang. Jika dia tidak yakin bisa menang maka dia wajib meninggalkan perdebatan itu.
4. Ada kemungkinan pihak lawan jika dia kalah maka dia akan kembali kepada kebenaran. Jika pihak lawan diketahui sebagai orang yang keras kepala dan tidak akan bertaubat walaupun kalah maka tidak boleh berdebat dengannya.
5. Jika dia tidak berdebat maka kebenaran akan tertutupi dan kebatilan yang akan menyebar.
6. Ada maslahat (kebaikan) darinya, baik yang kembalinya kepada pihak lawan dengan dia bertaubat maupun yang kembalinya kepada masyarakat dengan mereka menjauhi pihak lawan tersebut. Adapun jika tidak ada manfaatnya sama sekali, walaupun mereka kalah tapi masyarakat tetap tidak goyah dalam mengikuti mereka maka ini perdebatan itu adalah perbuatan sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar